Tahukah kamu bapak Optik kita adalah seoarang muslim loh... Bapak optik
kita ini sudah lebih tau tentang optik jauh seblum Isaac Newton mengemukakan
teori-teorinya.Di sekolah maupun di bangku perkuliahan alias kampus kita, sudah
terkenal kalo Isaac Newton lah yang mengembangkan teori mengenai lensa, sinar,
dan bentuk prisma yang menjadi dasar bagi teori modern mengenai optik pada abad
17. Tapi tahukah kamu, sebenarnya 6 abad sebelumnya (abad XI), seorang ilmwan
islam, Ibnu al-Haitham, sudah mengemukakan teori-teori tersebut. Bahkan
orang-orang Barat menerjemahkan kitab ilmu optiknya.
sumber : inspirasi.hartabonan.com
Sejarah
mencatat salah satu peletak dasar ilmu fisika optik adalah sarjana Islam Ibnu
al-Haitham atau yang dikenal di Barat dengan sebutan Alhazen, Avennathan atau
Avenetan. Ilmuwan besar yang punya nama lengkap Abu Ali al-Hasan ibnu
al-Haitham al-Basri al-Misri tersebut lahir di Basrah, Irak pada tahun 965 M.
Beliau mengecao pendidikan di Basrah dan Baghdad, penguasaan matematikanya oleh
Max Mayerhof, seorang sejarawan dianggap mengungguli Euclides dan Ptolemeus.
Setelah
selesai di kedua kota tersebut, Ibnu Haitham meneruskan pendidikannya di Mesir
dan bekerja di bawah pemerintahan khalifah al-Hakim (996 – 1020 M) dari daulah
Fathimiyah. Ia pun mengunjungi Spanyol untuk melengkapi beberapa karya
ilmiahnya. Layaknya sarjana Islam lainnya, Ibnu Haitham atau Alhazen tidak
hanya menguasai fisika, ilmu optik, namun juga filsafat, matematika dan obat –
obatan atau farmakologi. Tidak kurang 200 karya ilmiah mengenai berbagai bidang
itu dihasilkan Ibnun Haitham sepanjang hidupnya.
Karya
utamanya tentang optik, naskah aslinya yang berbahasa Arab hilang, namun telah
terjemahannya dalam bahasa latin masih ditemukan. Ibnu
Haitham mengoreksi konsep Ptolemeus dan Euclides tentang penglihatan. Menurut kedua ilmuwan Yunani tersebut, mata mengirimkan berkas – berkas cahaya visual ke objek
penglihatan sehingga sebuah benda dapat terlihat. Sebaliknya, menurut Ibnu Haitham, retinalah pusat penglihatan dan
benda bisa terlihat karena memantulkan sinar atau cahaya ke mata. Kesan yang
ditimbulkan cahaya pada retina dibawa ke otak melalui saraf – saraf optik.
Kepandaian
matematis Ibnu Haitham terbukti ketika ia dengan sangat akurat menghitung
ketinggian atmosfer bumi yaitu 58,5 mil. Dalam karyanya Mizanul Hikmah, Ibnu
Haitham banyak mengurai tentang masalah atmosfer tersebut, terutama terkait
dengan hubungan ketinggian atmosfer dengan meningkatnya kepadatan udara. Secara
eksperimental, ia berhasil menguji berat benda meningkat dalam proporsinya pada
kepadatan atmosfer yang bertambah.
Beliau
juga membicarakan masalah yang berhubungan dengan pusat gaya tarik bumi. Jauh
sebelum Isaac Newton membahas masalah gravitasi, Ibnu Haitham telah membahasnya
dan menjadikan pengetahuan tentang gravitasi tersebut untuk menyelidiki tentang
keseimbangan dan alat – alat timbangan. Dalam kaitan itu pula, Ibnu Haitham
mengurai dengan jelas hubungan antara gaya tarik bumi dengan pusat suspensi.
Penjelasannya mengenai hubungan antara kecepatan, ruang dan saat jatuhnya benda
– benda diyakini menjadii ilham bagi Newton untuk mengembangkan teori
gravitasi.
Selain
masalah cahaya dan atmosfer, Ibnu Haitham juga banyak melakukan eksperimen
mengenai camera obscura atau metode kamar gelap, gerak rektilinier cahaya,
sifat bayangan, penggunaan lensa dan beberapa fenomena optikal lainnya. Metode
kamar gelap atau camera obscura dilakukan Ibnu Haitham saat gerhana bulan
terjadi. Kala itu, ia mengintip citra matahari yang setengah bulat pada sebuah
dinding yang berhadapan dengan sebuah lubang kecil yang dibuat pada tirai
penutup jendela.
Untuk
semua eksperimen lensa, Ibnu Haitham membuat sendiri lensa dan cermin cekung
dengan menggunakan mesin bubut yang dimilikinya. Eksperimennya yang tergolong
berhasil saat ia menemukan titik fokus sebagai tempat pembakaran terbaik. Saat
itu, ia berhasil “mengawinkan” cermin – cermin bulat dan parabola. Semua sinar
yang masuk dikonsentrasikan pada sebuah titik fokus sehingga menjadi titik
bakar.
Bukunya
tentang optik, Kitab al-Manazir diterjemahkan
ke dalam bahasa latin oleh F. Risner dan diterbitkan di Basle pada tahun 1572
M. Karyanya ini bersama karya – karya optik lainnya sangat mempengaruhi ilmuwan
abad pertengahan seperti Roger Bacon, Johannes Keppler dan Pol Witello.
Diyakini banyak karya – karya monumental dari mereka diilhami dari hasil eksperimen
yang dilakukan Alhazen atau Ibnu Haitham.
Menurut
Philip K. Hitti, tulisan – tulisannya mengenai berbagai persoalan optik membuka
jalan bagi para peneliti optik Barat di kemudian hari mengembangkan disiplin
ilmu ini secara lebih luas. Semua karya itu diterjemahkan ke dalam beberapa
bahasa Eropa, termasuk Rusia dan Ibrani. Sejarawan terkemuka Amerika, George
Sarton mengumpulkan karya – karya Ibnu Haitham dalam bukunya Introduction to Study of Science yang menjadi
bacaan wajib bagi mereka yang mencintai ilmu.
(Ahmad Fathonah)
Sumber :
Ditulis ulang dengan
sedikit perubahan dari Buku Berjudul “Khazanah Orang Besar Islam – Dari
Penakluk Jerussalem Hingga Angka Nol” terbitan Penerbit Republika, 2002.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar